ZONAHALAL.ID-Tak perlu dipungkiri, digitalisasi telah merubah arah industri keuangan tanah air menjadi apa-apa serba digital. Oleh sebabnya, beberapa perusahaan sudah mulai membangun ekosistem baru untuk industri keuangan digitalnya.
Ambil contoh, Astra Financial yang selama ini sudah banyak bermain di sektor keuangan konvensional terlihat semakin serius menjajaki industri keuangan digital dengan membeli 49,56% saham Bank Jasa Jakarta seharga Rp 3,88 triliun.
Adapun, bank tersebut bakal disulap menjadi bank digital untuk melengkapi ekosistem tersebut. Head of Investor Relation Astra International Tira Ardianti berharap pembuatan bank digital bisa terealisasi tahun depan.
“Saat ini kami dalam tahap studi untuk mensinergikan dengan produk Astra Finansial,” ujar Tira kepada KONTAN, Selasa (20/9).
Memang, Tira menyadari bahwa beberapa produk digital pada bisnis jasa keuangan milik grup masih tidak signifikan jika dibandingkan segmen jasa keuangan Astra secara keseluruhan. Namun, ia melihat sudah ada pertumbuhan positif.
Misalnya, layanan dompet digital AstraPay yang baru dirilis tahun lalu sudah mencatatkan nilai transaksi bruto (GTV) senilai Rp 17 triliun. Paling banyak, layanan ini digunakan untuk pembayaran angsuran kredit.
“Target kita akan terlampaui lebih dari Rp 20 triliun, krn per Agustus sudah capai Rp 17 triliun,” ujar CMO AstraPay Reni Futsy Yama.
Pembentukan ekosistem digital juga terlihat dilakukan oleh Kredivo yang bergerak di industri Buy Now, Pay Later (BNPL) dengan menguasai 75% saham Bank Bisnis International (BBI) pada awal tahun ini.
VP Marketing & Communications Kredivo Indina Andamari mengakui bahwa memang ada arah untuk memperkuat ekosistem digitalnya dengan mengubah BBI menjadi bank digital. Setidaknya, hal tersebut bisa membuat Kredivo tidak hanya memberikan pinjaman saja.
“Kita merasa punya kesempatan untuk menjalankan layanan perbankan, jadi bukan cuma lending tapi juga mungkin deposito dan tabungan,” ujar Indina.
Tak hanya itu, keberadaan BBI juga dinilai bisa dimanfaatkan untuk melakukan kemitraan dalam bentuk joint financing. Meskipun, Indina bilang bahwa saat ini pihaknya juga tetap mendapatkan dari bank lain.
Terakhir, Kredivo mendapat joint financing dari Bank DBS dengan limit senilai Rp 2 triliun. Keduanya sudah menjalin kerja sama sejak tahun 2020 dengan awalnya hanya menyalurkan pendanaan senilai Rp 500 juta.
Sementara itu, ekonom INDEF Nailul Huda melihat fenomena perusahaan membentuk ekosistem digital sejalan dengan kebutuhan beberapa bank yang masih bermodal cekak dan belum memenuhi kewajiban Rp 3 triliun.
Menurut Huda, hal tersebut lebih banyak dimanfaatkan oleh perusahaan-perusahaan teknologi yang ingin memiliki bank tanpa harus mendirikan dari awal. Sebab, syarat modal ketika pendirian bank baru adalah Rp 10 triliun.
“Itu sangat besar sekali Rp 10 triliun. Makanya tren akusisi relatif terjadi,” ujarnya.