ZONAHALAL.ID-Kesehatan finansial seseorang ternyata perlu dicek secara periodik. Gunanya, untuk mengukur seberapa besar kekuatan keuangan orang itu dalam menahan hantaman paceklik ekonomi yang datang tanpa aba-aba.
Dalam program d'Mentor berjudul "Jurus Tepis Miskin di Tahun 2023", pakar perencana keuangan Safir Senduk mengungkapkan bahwa kesehatan ekonomi seseorang dilihat dari jumlah kepemilikian tabungan serta investasi. Semakin besar angka tabungan serta investasi seseorang, semakin baik pula tingkat kesehatan ekonomi orang tersebut.
Menurut Safir, perilaku seseorang dalam usahanya memiliki tabungan serta investasi merupakan indikator positif yang mengarah pada kesehatan finansial. Secara tegas, ia mengatakan bahwa lebih baik tidak memiliki rumah dahulu dari pada uang habis untuk menyicil bunga KPR. Selain itu, kesehatan finansial seseorang juga dapat dilihat dari kemampuannya untuk secara rutin dan konsisten menambah saldo tabungan.
Terkait hal ini, Safir mengungkapkan bahwa seseorang yang merasa belum memiliki kesehatan finansial yang prima perlu segera memiliki produk investasi guna menjaga stabilitas keuangan mereka di masa depan. Terkait hal ini, ia menjelaskan bahwa secara umum ada 3 bentuk investasi yang dikenal di Indonesia antara lain investasi fisik, investasi kertas, serta investasi digital.
"Memilih investasi itu harus dilihat dari bentuk investasinya. Ada 3 macam, investasi fisik kayak emas batangan atau property. Kedua itu kertas, seperti deposito, rekasadana, dan lain sebagainya. Ketiga itu digital, seperti crypto, NFT, dan lain sebagainya," kata Safir dalam d'Mentor Senin, (19/12/2022).
Namun, Safir mengatakan bahwa seseorang sebaiknya memilih produk investasi tidak dari bentuknya. Menurutnya, klasifikasi bentuk nantinya berpengaruh pada pangsa pasar yang identic dengan rasio umur seseorang. Safir mencontohkan bahwa orang-orang dengan usia 60 tahun ke atas lebih memilih investasi berbentuk fisik, sementara itu investasi kertas atau dokumen lebih banyak diminati oleh masyarakat dengan rentang usia 30-an. Sedangkan masyarakat dengan usia relative lebih muda akan lebih familiar dengan investasi digital.
"Jangan dilihat dari bentuknya tapi hasil investasinya. Nah berdasarkan hasil investasi ini ada 2, ada fix income dan growth income. Kalau fix income itu seperti deposito, obligasi, property disewakan. Kalau growth income itu yang naik turun seperti saham. Tapi kalau saham itu ngasih deviden, itu fix income," jelasnya.
Terkait hal ini, Safir memberi petuah terkait investasi yang paling cuan dari keduanya. Ia mengungkapkan bahwa investasi yang naik-turunnya tinggi patut dipilih. Namun ia mengingatkan bahwa risikonya pun sebanding dengan potensi cuan yang ada.
"investasi yang untungnya lebih besar itu yang naik turun. Growth income. Tapi risikonya juga tinggi. High risk high return. Di masa resesi ini lagi murah-murahnya, kalau ada uang lebih kemudian beli, silakan," ungkapnya.