Gagasan Dosen : Halal Life, Antara Tuntunan Syari dan Sekadar Trendi

Notification

×

Iklan

Iklan

Gagasan Dosen : Halal Life, Antara Tuntunan Syari dan Sekadar Trendi

Kamis, 13 Juli 2023 | 08:12 WIB Last Updated 2023-07-13T01:12:42Z

 



Ace Somantri, Dosen Universitas Muhammadiyah Bandung


ZONAHALAL.ID— Hai manusia, di mana pun kalian hidup dan ke mana pun kalian menuju, janganlah merasa hebat dan perkasa serta menganggap diri paling paham tentang dunia ini.


Sejak lahir, kita tidak mengetahui apa-apa. Pengetahuan yang kita miliki diberikan oleh Sang Pencipta melalui waktu dan pengaruh orang tua serta lingkungan tempat kita tinggal.


Segala aturan dan batasan dalam kehidupan manusia telah disediakan, baik itu perintah, larangan, maupun anjuran, lengkap dan sempurna. Namun, umat manusia lambat dalam meresponsnya, bahkan sering mengabaikannya hingga terlambat menyadarinya.


Yang lebih buruk lagi, manusia yang congkak, angkuh, dan sombong mengingkari ajaran-ajaran Ilahi, merasa bahwa mereka sendiri yang membuat aturan-aturan tersebut. Padahal, sebenarnya mereka hanya menjadi operator yang menjalankan aturan tersebut berdasarkan petunjuk-Nya.


Sejak ribuan tahun yang lalu, ajaran Islam telah ada dan berjalan sesuai dengan kehendak Ilahi. Setelah zaman kenabian Isa AS mengalami penyimpangan ajaran yang baik dan benar, saat kenabian Rasul Muhammad SAW dimulai, aturan dan sistem kehidupan manusia diatur kembali.


Dengan wahyu pertama yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW, manusia diharuskan untuk mendidik diri dengan pengetahuan.


Allah Ta’ala dengan wahyu-Nya menghidupkan kembali ajaran-ajaran para nabi sebelumnya dan menyempurnakan segala aspek aturan yang terjadi di masa lalu, saat ini, dan masa depan.


Hal ini tidak hanya berlaku untuk kehidupan manusia di dunia, tetapi untuk kehidupan abadi setelah kematian. Apakah kita suka atau tidak, kita harus yakin bahwa hal itu ada dan akan terjadi pada waktunya, dengan menjalani jalan yang benar sesuai dengan tahapannya.


Kita semua sama-sama dijadikan dengan adil tanpa ada diskriminasi. Meskipun ada perbedaan dalam realitas kehidupan kita, itu bukan karena perbedaan penciptaan, melainkan akibat dari tindakan manusia, baik secara langsung maupun tidak.


Pada dasarnya, semua hal yang terjadi sama. Namun, hasilnya berbeda-beda karena tangan-tangan manusia yang berbeda pula.



Umat manusia di dunia yang meyakini kebenaran ajaran Islam, yang turun-temurun sejak kehidupan awal Adam AS dan Hawa, mengalami berbagai dinamika kehidupan yang menjadi tuntunan ajaran Ilahi.


Termasuk saat ini, dasar ajaran tersebut tetap sama, yaitu bahwa kebaikan yang benar adalah tuntutan dari petunjuk Ilahi.


Al-Quran, wahyu yang diterima saat kenabian Muhammad SAW, melengkapi dan menyempurnakan ajaran sebelumnya, dan hal itu berlaku hingga saat ini dan masa depan.


Tidak ada satu pun ketentuan dasar yang terlewatkan. Manusia dan umat yang beriman yang menjalaninya dengan sungguh-sungguh akan menemukan jalan keselamatan.


Setiap perbuatan, sekecil apa pun, pasti memiliki aturannya. Namun, semua orang harus memahami bahwa kesadaran diri dalam posisi masing-masing akan membimbing mereka untuk melakukan apa yang seharusnya dilakukan, baik berdasarkan teks nash Ilahi maupun konteks kehidupan dalam alam semesta.


Salah satu tren beberapa tahun terakhir adalah halal life yang menjadi isu penting dalam dunia Islam di berbagai belahan dunia. Hal ini juga berlaku di Indonesia, sebagai salah satu negara dengan populasi muslim terbesar di dunia.


Namun, lucu saja mengapa baru-baru ini menjadi tren. Padahal, ajaran tersebut telah disyariatkan ribuan tahun yang lalu.


Halal food adalah bagian dari halal life dan semuanya berasal dari makanan dan minuman. Ini bukan hanya tren, melainkan tuntutan yang harus dijalankan tanpa kecuali karena yang halal jelas dan yang haram juga jelas.


Pada dekade ini, dunia rekayasa teknologi dan kehidupan digital telah mengubah pola pikir umat manusia di berbagai belahan dunia. Terjadi pergeseran dalam pemahaman kebenaran, yang kini menjadi kebenaran baru, seperti yang dikatakan Dahlan Iskan.


Apakah argumentasinya benar atau salah, fakta yang diyakini adalah bahwa manusia saat ini mudah dipengaruhi oleh opini yang disajikan melalui berbagai platform media online dan media sosial.


Dalam hitungan detik, kita dapat membaca atau menemukan informasi tersebut. Sangat mungkin, informasi tentang kehalalan makanan atau minuman pun dapat dengan mudah dipengaruhi oleh informasi yang salah yang viral di platform media digital.



Oleh karena itu, tantangan yang penting adalah bagaimana menghadapinya. Sejauh mana implementasi Undang-Undang JPH Nomor 33 Tahun 2014 Pasal 4 yang menjelaskan setiap produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di Indonesia wajib bersertifikat halal.


Kewajiban yang dijelaskan dalam undang-undang tersebut bukan hanya sebatas sertifikat, melainkan melibatkan proses uji kehalalan secara ilmiah yang didasarkan pada dalil-dalil naqli dan pendekatan rasionalitas akal sehat, logis, objektif, dan ilmiah.


Ini bukan hanya didasarkan pada logika hawa nafsu semata demi mendapatkan sertifikasi simbolis. Kehalalan produk akan menjamin nilai-nilai teologis bagi pemeluk agama tersebut serta memastikan nilai gizi dan nutrisi yang terkandung di dalamnya.


Oleh karena itu, sertifikasi halal bukan hanya tren atau gaya hidup yang hedon. Sebenarnya, halal life bukan hanya tentang memastikan kehalalan produk, melainkan tentang membentuk sikap dan budaya yang islami.


Halal lifestyle adalah nilai-nilai Islam yang sejati, dan harus menjadi panggilan bagi setiap muslim berdasarkan keimanan, bukan hanya karena tuntutan gaya hidup yang sedang tren.


Lebih buruk lagi, jika niatnya hanya untuk membungkus perilaku buruk dan pura-pura menjalankan syariat Islam. Hal ini dapat dikategorikan sebagai perilaku munafik.


Halal life adalah tuntutan syariat Islam yang harus dijalani dalam kehidupan sehari-hari bagi umat muslim. Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa nilai-nilai tersebut juga dapat dirasakan oleh umat lain. Bahkan dapat menjadi prioritas dalam makanan yang mereka konsumsi.


Pasalnya produk halal bukan hanya enak dan lezat, melainkan dijamin gizinya jika proses uji dan sertifikasi halal dilakukan dengan baik dan benar.


Sertifikasi tersebut bukan hanya selembar kertas sertifikat semata, melainkan melalui serangkaian uji. Misalnya melibatkan uji kecocokan, uji gizi dan nutrisi, uji kebebasan dari zat najis, uji kebebasan dari zat kimia berbahaya, dan uji lainnya yang diperlukan untuk produk makanan dan minuman instan yang telah mengalami rekayasa.



Memang tidak mudah untuk melakukan uji laboratorium jika bahan baku dan tambahan berasal dari bahan kimia sintetis. Namun, jika produk makanan dan minuman tersebut terbuat dari bahan nabati alami, proses ujinya akan lebih mudah dan sederhana.


Di era saat ini, berbagai jenis makanan, minuman, dan produk instan telah menjadi bagian dari menu sehari-hari yang disajikan di meja makan.


Sebagai umat muslim, ada tuntutan untuk mengkonsumsi makanan dan minuman halal dan tayib yang merupakan kewajiban hukum yang berlaku secara individual.


Hal ini bukan sekadar tren atau gaya hidup, melainkan merupakan syariat Islam yang harus dipatuhi.


Konsekuensinya, jika syariat tersebut dilanggar dan diabaikan, akan ada sanksi yang diterima, baik dalam bentuk dampak buruk yang dialami oleh individu maupun sebagai balasan yang akan diterima di akhirat nanti.


Selain itu, makanan dan minuman yang dikonsumsi juga akan mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang. Oleh karena itu, penting untuk memperhatikan apa yang kita konsumsi.


Pasalnya makanan dan minuman akan membentuk tubuh melalui sel-sel yang ada dalam tubuh manusia yang diperoleh dari makanan dan minuman yang dikonsumsi.


Perlu diketahui bahwa di era teknologi digital ini, banyak informasi yang diterima memiliki bias dan tidak selalu benar. Sulit untuk membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Sulit pula menentukan mana yang baik dan mana yang buruk.


Hal ini disebabkan oleh informasi yang tersebar luas dan sering kali menjadi viral. Oleh karena itu, umat muslim dituntut untuk cerdas dalam menyikapi informasi tersebut, terutama terkait dengan produk yang dikonsumsi setiap hari.


Karena dalam era global seperti sekarang, produk-produk dari seluruh dunia telah tersebar di masyarakat, termasuk di Indonesia.


Sering kali pada kemasan produk tertulis label halal, tetapi kenyataannya tidak sesuai dan penuh dengan kebohongan. Oleh karena itu, perlu diwaspadai.***