Yuk Kenali 9 Titik Perbedaan Muhammadiyah dan Salafi

Notification

×

Iklan

Iklan

Yuk Kenali 9 Titik Perbedaan Muhammadiyah dan Salafi

Sabtu, 05 Agustus 2023 | 18:30 WIB Last Updated 2024-01-09T02:31:14Z

 



ZONAHALAL.ID-Muhammadiyah sering diasosiasikan sebagai bagian dari gerakan Salafi. Gerakan yang secara genealogi pemikiran merujuk pada Ahmad Ibnu Hanbal (780-855 M), Ibnu Taimiyah (1268-1328 M), dan Muhammad bin Abdul Wahab (1703-1792 M) ini memang memiliki kemiripan dengan Muhammadiyah.


Namun, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Agung Danarto membeberkan perbedaan Muhammadiyah dengan Salafi. Apa saja?


Kesatu, meski Muhammadiyah dan Salafi sama-sama memiliki slogan kembali pada Al-Quran dan Al-Sunah, metode pembacaannya berbeda.


Menurut Agung, Muhammadiyah memahami dengan menggunakan akal pikiran yang sesuai dengan jiwa ajaran Islam. Salafi memahaminya secara literal. Pemahaman literal inilah yang membawa mereka pada pendapat tersulit dengan dalih kehati-hatian.


Kedua, dalam wacana komoderenan, kata Agung, Muhammadiyah menerima kemodernan dan melakukan modernisasi. Salafi menolak modernisasi, tetapi menerima produk teknologi.


“Muhammadiyah menerima budaya Barat yang sesuai dengan ajaran Islam dan menolak yang tidak sesuai. Salafi menolak budaya Barat,” tuturnya dalam acara Pengajian Ramadan 1444 H dikutip Sabtu (5/8/2023).



Ketiga, pada persoalan budaya lokal, Muhammadiyah menerima budaya lokal dan melakukan islamisasi terhadap budaya lokal yang tidak sesuai. Sementara itu, Salafi menolak budaya lokal dan mengacu pada budaya Arab yang tergambar dalam hadis.


Keempat, Muhammadiyah melakukan amar makruf secara individual dan kelembagaan. Secara individual dilakukan melalui pengajian, kultum, dan tablig. Secara kelembagaan dilakukan secara sistematis melalui ama usaha. Nahi Munkar dilakukan secara sistemik.


Salafi melakukan dengan tahzir dan hajr al-mubtadi. Tahzir adalah memperingatkan. Hajr al-mubtadi adalah mengisolasi atau menyingkirkan pelaku bidah.


Kelima, Muhammadiyah mendirikan NKRI dan memperjuangkannya agar menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur. Sementara dalam tubuh Salafi terdapat perbedaan pandangan.


Salafi Yamani patuh pada pemerintah NKRI, tetapi pasif. Dakwah mereka terfokus pada pembinaan akidah dan akhlak. Sementara itu, Salafi Haraki dan Jihadi ingin mengganti dengan pemerintahan atau negara Islam.


“Muhammadiyah memandang NKRI sudah cukup, tinggal mengisinya agar sesuai dengan ajaran Islam. Salafi Yamani apolitik, tetapi mengidolakan kehidupan berbangsa seperti zaman Nabi. Salafi Haraki dan Jihadi memperjuangkan terbentuknya negara Islam,” ucap Agung.


Keenam, Muhammadiyah berpandangan bahwa akal adalah perangkat yang dianugerahkan Tuhan kepada manusia untuk bisa survive. Akal berfungsi untuk memahami alam dan teks keagamaan.


Teks keagamaan perlu dipahami dengan menggunakan akal karena Islam diturunkan untuk semua umat manusia dengan berbagai latar budaya dan peradaban yang berbeda.


Salafi mengabaikan peran akal dalam menafsirkan teks keagamaan. Bagi mereka, kebenaran itu tunggal dan hanya terletak dalam wahyu. Wahyu adalah sumber pertama manusia dan sumber terakhir yang tidak bisa diperselisihkan.


Konsekuensinya, Muhammadiyah berpandangan bahwa rasionalitas dan pengembangan ilmu sosial diperlukan untuk memahami teks dan untuk membangun peradaban manusia yang maslahah dan islami. Salafi berpandangan bahwa rasionalitas dan pengembangan ilmu sosial adalah bidah. Anti filsafat dan anti tasawuf.


Ketujuh, menurut Muhammadiyah, perempuan memiliki peran domestik dan publik. Perempuan boleh menjadi pejabat publik dan boleh bepergian tanpa mahram bila keadaan aman dan terjaga dari fitnah.



Menurut Salafi, peran perempuan adalah sektor domestik, sedangkan sektor publik adalah milik laki laki. Perempuan bepergian harus bersama mahram.


“Menurut Muhammadiyah, perempuan sebagaimana laki laki harus mendapatkan pendidikan setinggi-tingginya di semua bidang ilmu. Menurut Salafi, perempuan perlu mendapatkan pendidikan yang baik terutama keagamaan dan yang menopang peran domestiknya,” ucap Agung.


Kedelapan, bagi Muhammadiyah, pakaian yang penting menutup aurat. Boleh memakai pakaian tradisional, lokal, ataupun Barat. Batik, sarung, peci, jas, celana panjang, kebaya, dan sejenisnya, biasa dipakai di Muhammadiyah.


Cara berpakaian Salafi membiasakan empat identitas: jalabiya (pakaian panjang), isbal (celana cingkrang), lihya (jenggot), dan niqab (cadar).


Kesembilan, bermusik, bernyanyi, main drama, teater, menurut Muhammadiyah bisa menjadi media dakwah. Bagi salafi, seni jenis itu adalah bidah dan haram. Nonton TV, mendengarkan radio, dan hiburan adalah dilarang.