Mimbar Jumat : Mengapa Para Nabi Menggembala?

Notification

×

Iklan

Iklan

Mimbar Jumat : Mengapa Para Nabi Menggembala?

Jumat, 01 September 2023 | 08:30 WIB Last Updated 2023-09-01T01:30:00Z





AHMAD SAHIDIN, penulis buku Tanda-Tanda Kiamat Mendekat.




ZONAHALAL.ID-Bukan tanpa alasan kalau Allah mengondisikan masa kecil para calon nabi sebagai penggembala. Dalam sejarah dikisahkan bahwa Nabi Muhammad saw, Nabi Ibrahim as, Nabi Daud as, Nabi Musa as, dan Nabi Isa as pernah menjalani profesi sebagai penggembala.


Dalam sebuah hadis Rasulullah saw mengatakan, “Semua nabi pernah menggembalakan ternak.”  


Para sahabat bertanya, “Bagaimana dengan Anda, ya Rasulallah?”


Rasulullah saw menjawab, “Allah tidak mengutus seorang nabi, melainkan ia pernah menggembalakan ternak.”


Kemudian ada sahabat yang bertanya lagi, “Anda sendiri bagaimana?”


Sambil tersenyum Rasulullah saw menjawab, “Dahulu aku menggembalakan kambing penduduk Makkah dengan upah beberapa qirath.” (HR. Bukhari)


Yang menjadi pertanyaan: mengapa harus mengembala? Pertanyaan ini tampaknya mengada-ada. Namun, kalau kita telusuri lagi akan didapatkan pelajaran yang sangat bermakna dari aktivitas rendah tersebut. Disebut rendah karena biasanya di Indonesia yang menjadi pengembala adalah orang-orang desa dan anak-anak kampung yang miskin. Orang-orang yang kurang beruntung dalam kekayaan dunia yang biasanya yang berkenan untuk menjadi gembala.


Sejarah mencatat bahwa Muhammad kecil termasuk orang yang kekurangan dari harta. Sejak ditinggal wafat ayahnya, Abdullah, hidup dalam kondisi yang sederhana. Mungkin kalau tanpa dukungan finansial dari paman dan kakeknya, Abu Thalib dan Abdul Muthalib, kehidupan Muhammad beserta ibunya, Aminah, terpuruk. 


Sesuai dengan kebiasaan masyarakat Arab, pengasuhan dan pemberian susu untuk sang bayi diserahkan kepada para ibu dari desa-desa yang memiliki profesi mengasuh anak. Halimah binti Sa’diyah termasuk seorang wanita yang menawarkan dirinya untuk mengasuh Muhammad kecil. Kondisi ekonomi yang terbatas membuat Aminah enggan menyerahkan putranya untuk diasuh. Namun, sang pengasuh tampaknya sudah terpikat pada sosok Muhammad kecil mengambilnya meski tidak dapat bayaran yang memuaskan.


Teman-teman Halimah yang membawa anak-anak orang kaya mencibir dan merendahkannya. Halimah tidak menghiraukannya. Muhammad kecil dibawanya ke desa yang memiliki tumbuhan dan udara yang segar karena di daerah pegunungan. Banyak keajaiban yang dialami Halimah dan keluarganya. Kambing yang kurus mulai berisi dan mengeluarkan susu ketika diperah. Dada Halimah yang digunakan untuk menyusui Muhammad kecil juga mengalir air susu yang awalnya sedikit. Suami Halimah menyebutnya berkah dari sang yatim, Muhammad saw.


Sebagaimana kebiasaan hidup di desa, Muhammad dan anak Halimah bermain sambil mengembala kambing. Sering didapati Muhammad kecil sendirian memandang langit dan tenggelam dalam pikiran yang mendalam. Sambil mengembala, Muhammad merenungi kehidupan. Tidak ada yang mengetahui kalau kebiasaan merenung berlanjut ketika Muhammad beranjak dewasa.


Setelah masa pengasuhan dan penyusuan selesai, Muhammad kecil dikembalikan kepada ibunya. Aminah, sang ibu, membawanya ke Madinah untuk menziarahi makam Abdullah, ayahnya Muhammad. Namun dalam perjalanan  pulang menuju Makkah, ibu Muhammad sakit dan meninggal dunia. Muhammad yang kini yatim piatu itu pulang ke Makkah disertai pembantunya yang setia, Ummu Aiman. Abdul Muthalib, sang kakek, mengurus Muhammad. Selama dalam pengurusan kakeknya ini Muhammad sempat mengembalakan kambing yang dimiliki kakek. Ketika kakeknya wafat, Muhammad diambil Abu Thalib. Sang paman merawat Muhammad kecil dengan penuh kasih sayang dan diajak berdagang ke luar negeri. Selama dalam masa pengasuhan sang paman pula Muhammad melakukan aktivitas sebagai pengembala.


Kalau melihat aktivitas gembala, sebetulnya bukan pekerjaan yang mudah. Apalagi jika ternaknya berjumlah ratusan. Kalau tidak terlatih, bukannya dapat mengarahkan dengan baik ternak yang digembala, bisa-bisa kabur. Seorang penggembala harus mampu mencari dan mengarahkan ternaknya ke padang gembalaan yang subur. Kemudian ia harus mengendalikan gembalaannya agar tidak tersesat dan melindunginya dari hewan pemangsa dan pencuri. Karena itu, orang yang menjadi pengembala harus memiliki kemampuan yang andal, harus ada cinta dan kasih sayang, perhitungan yang matang, kejelian, dan fisik yang prima.


Mungkin itulah sebabnya Allah menjadikan para Nabi sebagai penggembala agar kelak mereka mampu mengatur, melindungi, dan melayani umat agar berada dalam jalur yang lurus dan selamat. Singkatnya, mengembalakan ternak merupakan tahapan latihan untuk kelak menjadi pengurus dan pembimbing umat. Dari aktivitas gembala itu Allah mempersiapkan dan memberikan pelajaran kepemimpinan kepada para Nabi sejak dari kecil.


Bagaimana dengan kita? Tentunya kita selaku orang Islam harus mempelajari perjalanan hidup Rasulullah saw kemudian sunahnya dilaksanakan dalam keseharian. Belajarlah dari sejarah Nabi Muhammad saw dan renungkan arah hidup kita: sedang menuju Allah atau menjauh dari Allah? Sambil merenung mulailah evaluasi diri.