ZONAHALAL.ID -- Dalam semesta perbankan syariah, kiranya murabahah menjadi akad paling menentukan. Bagaimana tidak, merujuk pada buku Standar Produk Perbankan Syariah Murabahah tahun 2016, akad ini memiliki porsi kurang lebih 60 persen dari seluruh pembiayaan perbankan syariah di Indonesia.
Maka dari itu, akad murabahah menjadi sangat vital. Bagi pembaca yang sedang mempertimbangkan ingin menjajal produk serta fitur bank syariah, baiknya kenali dulu akad murabahah. Lalu apa yang dimaksud dengan akad murabahah?
Dilansir dari MUIDigital, sepertinya kita harus mengerti terlebih dahulu maksud dari kata akad. Berasal dari bahasa Arab, akad secara harfiah berarti tali temali.
Tapi, dalam istilah muamalah (transaksi) perbankan akad dapat diartikan sebagai kesepakatan atau kontrak tertulis yang mengikat antara Bank dan pihak lain yang memuat adanya hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak sesuai dengan prinsip syariah.
Kemudian, terkait akad murabahah, Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) menjelaskan dalam fatwa NO: 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang murabahah, bahwa maksud dari akad murabahah adalah menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba sesuai dari makna murabahah yang berasal dari kata ribh yang berarti laba.
Pada perkembangannya, akad murabahah berkaitan erat dengan pembiayaan dana konsumtif. Seperti untuk membeli kendaraan, rumah, dan lainnya.
Awalnya, akad murabahah tidak berkaitan dengan pembiayaan. Namun, para pakar ekonomi syariah berijtihad, memadukan akad murabahah dan akad-akad lain sehingga menghasilkan fitur pembiayaan murabahah.
Contoh dari akad murabahah sendiri misalnya Bapak Budi ingin membeli sepeda motor baru dengan harga 22 juta Rupiah. Karena belum memiliki cukup uang, akhirnya pak Budi mengajukan permohonan pembiayaan dari Bank Syariah agar terbebas dari bunga bank yang diyakininya sebagai riba.
Pihak bank pun menyetujui permohonan pak Budi dan membelikan sepeda motor tersebut dengan harga tadi. Setelah sepeda motor tersebut menjadi milik bank, pihak bank pun menjual sepeda motor tersebut kepada pak Budi dengan mengambil margin keuntungan tertentu, misalnya sebesar 3 juta Rupiah.
Maka, nanti pak Budi tinggal mencicil sebesar jumlah uang tadi (25 juta Rupiah) dikurangi uang muka yang telah disepakati sebelumnya dengan lama waktu yang sudah disepakati pula.
Dari contoh ini, setidaknya ada perbedaan antara pembiayaan dengan basis murabahah bank syariah dan sistem kredit bank konvensional.
Adapun alur akad murabahah yang dilakukan bank syariah yaitu:
Menjual barang pada nasabah
Hutang nasabah sebesar harga jual tetap selama jangka waktu Murabahah
Ada analisa supplier
Margin berdasarkan manfaat atau value added bisnis tersebut.
Sedangkan alur kredit bank konvensional sebagai berikut:
Memberi kredit (uang) pada nasabah
Hutang nasabah sebesar kredit dan bunga (berubah-ubah)
Tak ada analisa supplier
Bunga berdasarkan rate pasar yang berlaku
Kelebihan
Kelebihan dari akad murabahah dengan sistem pembiayaan ialah transparansi sejelas-jelasnya dan prinsip kesepakatan bersama. Di mana kedua pihak saling mengetahui besaran keuntungan pihak penyedia dana dan berapa dana yang harus dikeluarkan oleh pihak pemohon.
Di samping itu, kedua belah pihak juga berhak mengajukan keberatan masing-masing. Misalnya bila merasa keberatan dengan margin keuntungan yang diambil pihak bank, pemohon dapat mengajukan keberatannya sehingga dapat dihasilkan harga yang disepakati bersama, pun sebaliknya.
Uniknya, berbeda dengan bank konvensional yang memiliki sistem bunga yang meningkat, akad murabahah tidak mengenalnya. Jika besaran margin keuntungan sudah disepakati, pihak bank tidak boleh kemudian menuntut lebih di kemudian hari. Bahwa besaran yang harus dilunasi benar-benar harus berdasarkan hasil kesepakatan pertama di awal tadi.
Sebenarnya, masih banyak keuntungan-keuntungan lain yang didapat bila bertransaksi dengan akad murabahah di perbankan syariah yang tidak bisa disebut satu persatu dalam artikel singkat ini. Terutama soal kejujuran, amanah, dan rasa keadilan.
Lebih dari itu, produk murabahah di bank syariah pastinya diawasi pihak Dewan Pengawas Syariah (DPS) agar tetap sejalan dengan Fatwa-Fatwa DSN-MUI sehingga terutama muslim dapat bertransaksi dengan hati tenang tanpa khawatir transaksinya jatuh kepada keharaman yang menghalangi keberkahan.