Begini Cita Rasa Jepang dalam Kuliner Halal di Indonesia

Notification

×

Iklan

Iklan

Begini Cita Rasa Jepang dalam Kuliner Halal di Indonesia

Minggu, 21 April 2024 | 12:04 WIB Last Updated 2024-04-21T05:04:00Z



ZONAHALAL.ID -- Kini cita rasa khas makanan Jepang semakin beragam, dengan munculnya jenis makanan Jepang lainnya seperti sushi, yakiniku, ramen, udon, shabu-shabu dan aneka makanan ringan seperti mochi, okonomiyaki, takoyaki, dan lainnya.


Cara makan dan sistem pembayaran model baru pun mulai marak di restoran-restoran Jepang tersebut, seperti all you can eat konsep atau paket lainnya. Yang terpenting, untuk menarik lebih banyak konsumen muslim di Indonesia, restoran-restoran tersebut berlomba memberikan label halal pada setiap produknya.


Dilansir dari Halal MUI, sebagai muslim yang baik, tentu kita perlu selektif memilih makanan halal untuk kita konsumsi. Persoalan halal haram dalam Islam merupakan hal yang serius, setiap aturannya sudah tertera dalam Al-Qur’an. Namun tak bisa dipungkiri, sebagian besar masyarakat, terutama para Milenial, selalu ingin mencicipi hal baru, termasuk soal makanan!


Bagaimana ya rasa makanan dari negara itu? Tapi, apa sudah terjamin kehalalannya? Ini menjadi dua kalimat yang paling sering ditanyakan para pencinta kuliner di Indonesia. Karena itu, kali ini tim redaksi Jurnal Halal akan mengupas pernak-pernik restoran Jepang yang sedang menjadi salah satu tren makanan di Indonesia. Mari kita simak ulasan berikut.


Soal Rasa dan Halal

Bicara soal rasa, ternyata masing-masing brand restoran Jepang punya cerita panjangnya tersendiri. Memadukan cita rasa khas Negeri Matahari Terbit dengan kehalalan bahan baku dan bumbu rahasia tentu bukanlah hal yang mudah. Butuh waktu, komitmen, serta konsistensi untuk menghasilkan paduan yang sempurna.


Seperti yang telah dilakukan oleh dua restoran Jepang yang tahun ini baru saja memperoleh sertifikat halal, yaitu Sushi Tei Indonesia dan Shaburi & Kintan Buffet. Saat prosesi seremonial penyerahan sertifikat halal, keduanya sepakat menyatakan bahwa hal tersulit dan menyita waktu paling banyak dari sertifikasi halal ini adalah mengganti semua bahan baku dengan bahan yang sudah jelas kehalalannya, tanpa mengurangi kualitas dan cita rasa khas makanan Jepang.


Seperti diketahui, cita rasa masakan Jepang identik dengan penggunaan arak (sake, ang ciu) yang masuk dalam golongan khamr. Bahkan mungkin penggunaan kaldu yang bersinggungan dengan bahan non-halal. Bahan-bahan inilah yang menjadi perhatian kehalalannya, sehingga untuk mendapatkan makanan Jepang halal, semua bahan tersebut harus diganti dengan bahan yang halal.


Komitmen yang tinggi dalam menyediakan makanan halal, menjadi landasan yang kuat bagi mereka untuk mensertifikasi halal produknya. Bahkan beberapa dari restoran-restoran halal Jepang di Indonesia mengaku menyiapkan tim khusus untuk mengurusi sertifikasi halal. Namun, semua terbayar lunas dengan kepuasan dan kenyamanan konsumen saat mengonsumsi sajian restoran mereka yang berkualitas dan juga halal.


Konsep Makan Unik

Selain cita rasa khas Jepang dan kehalalan produknya, hal lain yang menjadi daya tarik utama restoran Jepang adalah konsep atau cara makan yang tak biasa dilakukan di Indonesia. Hal ini ternyata sudah disadari lebih dulu oleh Boga Grup (Shaburi & Kintan Buffet, Kimukatsu, dan Pepper Lunch) yang memberikan konsep dengan pengalaman bersantap yang berbeda bagi konsumen. Begitu pun dengan Shabu Hachi yang juga menyediakan konsep makan serupa.


Konsep makan seperti apa yang berhasil menarik pencinta kuliner Indonesia? Konsumen dapat memilih bahan makanan beserta saus favorit yang diinginkan, kemudian memasaknya sendiri. Di meja makan, restoran sudah menyiapkan alat bakar (grill) dan juga kompor beserta panci (pot) dengan isian kuah yang menggugah selera (shabu). Dengan begitu, konsumen akan mendapatkan pengalaman bersantap yang spesial dan waktu yang lebih banyak untuk berbincang dengan kolega atau keluarga di meja makan.


Sistem pembayarannya pun berbeda-beda. Pertama, sistem all you can eat. Dengan membayar harga tertentu, konsumen dapat mengonsumsi beragam menu yang disajikan dalam kurun waktu yang sudah ditetapkan. Sementara ala carte, konsumen membayar sejumlah harga sesuai dengan menu yang di pesan. Biasanya, porsi ala carte ini cukup besar sehingga konsumen cukup mengonsumsi satu menu saja.