ZONAHALAL.ID -- Indonesia sebagai negara muslim terbesar kedua di dunia sangat memperhatikan isu kehalalan pangan. Kepastian pangan halal bukan hanya dilihat dari kemasan, tapi juga harus didukung dengan hasil analisis laboratorium yang menunjukkan produk tersebut tidak mengandung bahan nonhalal.
Guru Besar Fakultas Teknologi Pertanian (Fateta) IPB University, Nancy Dewi Yuliana, mengatakan metode-metode analisis pangan halal yang telah dikembangkan selama ini memiliki keterbatasan. Di antaranya persiapan sampel rumit dan sulit diaplikasikan pada produk pangan kompleks.
Nancy menyebut penelitian untuk mengembangkan metode analisis alternatif yang lebih sederhana namun mampu mendeteksi keberadaan komponen nonhalal dalam konsentrasi yang rendah pada matriks pangan yang kompleks, masih sangat diperlukan. Salah satunya dengan metabolomik.
“Pendekatan metabolomik memungkinkan kita untuk melakukan observasi secara simultan keberadaan dan dinamika sejumlah besar komponen atau senyawa kimia dalam suatu sampel yang berupa campuran yang kompleks. Pendekatan metabolomik dapat memberikan informasi yang lebih detail dan lengkap,” kata Nancy dikutip dari laman IPB University, Selasa (7/5/2024)
Namun, pendekatan metabolomik belum menjadi metode standar untuk penentuan kehalalan pangan oleh lembaga yang berwenang saat ini. Kendati begitu, pangan itu kompleks dan metode ini bisa menjadi alternatif.
“Jadi, meskipun belum menjadi metode standar, adanya teknik-teknik baru yang bisa mengatasi permasalahan tadi kita harus lakukan penelitiannya. Di antaranya teknik metabolomik ini,” ujarnya.
Nancy mengatakan penelitian metabolomik dalam bidang autentikasi halal di IPB University berfokus pada analisis komponen volatil dari bahan segar dan produk olahan halal dan nonhalal menggunakan solid phase microextraction (SPME) dan gas chromatography (GC-MS).
Ia menjelaskan teknik tersebut dapat mengidentifikasi komponen volatil yang menjadi penanda keberadaan daging nonhalal, seperti daging babi, babi hutan, dan tikus, dalam produk bakso sapi/bakso ayam. Hal ini berhasil dilakukan bahkan pada konsentrasi daging nonhalal terendah yang digunakan dalam penelitian, yaitu 20 persen.
Menariknya, komponen penanda pada bahan nonhalal yang sama akan menjadi berbeda saat diolah menjadi produk berbeda. Misalnya, volatil penanda untuk daging sapi yang diolah menjadi burger adalah dimetil disulfida, namun yang diolah menjadi bakso, komponen penandanya adalah pentanal.
“Hasil riset ini penting sebagai dasar pengembangan alat deteksi halal yang cepat dan dapat digunakan untuk berbagai produk pangan olahan,” tegasnya.
Nancy mengungkapkan alasan riset metabolomik untuk mendeteksi kehalalan pangan di IPB University berfokus ke komponen volatil. Hal ini karena secara empiris bau daging sapi berbeda dengan bau daging babi.
“Kenapa baunya berbeda? Karena komposisi volatilnya juga berbeda. Nah ini kita ambil sebagai prinsip penelitian untuk halal di IPB University. Kita fokus ke perbedaaan komposisi komponen volatil dari pangan yang halal dengan yang haram,” pungkasnya.